LSM Frontal Sarankan DPRD Kuningan Lapor KASN, Jika Temukan Bukti Pelanggaran Netralitas ASN di Pilkada
RADARKUNINGAN.COM-
https://radarkuningan.disway.id/read/668189/lsm-frontal-sarankan-dprd-kuningan-lapor-kasn-jika-temukan-bukti-pelanggaran-netralitas-asn-di-pilkada
Agar Aparatur Sipil Negara (ASN) menjunjung tinggi netralitas di pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, Surat Keputusan Bersama (SKB) sudah ditandatangani Menteri PAN-RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN, dan Ketua Bawaslu. SKB tersebut Nomor 2 Tahun 2022, Nomor 800-5474 Tahun 2022, Nomor 246 Tahun 2022, Nomor 30 Tahun 2022, dan Nomor 1447.1/Pm.01/K.1/09/2022.
https://radarkuningan.disway.id/read/668189/lsm-frontal-sarankan-dprd-kuningan-lapor-kasn-jika-temukan-bukti-pelanggaran-netralitas-asn-di-pilkada
Agar Aparatur Sipil Negara (ASN) menjunjung tinggi netralitas di pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, Surat Keputusan Bersama (SKB) sudah ditandatangani Menteri PAN-RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN, dan Ketua Bawaslu. SKB tersebut Nomor 2 Tahun 2022, Nomor 800-5474 Tahun 2022, Nomor 246 Tahun 2022, Nomor 30 Tahun 2022, dan Nomor 1447.1/Pm.01/K.1/09/2022.
Hal ini dipaparkan Ketua LSM Frontal Kuningan, Uha Juhana. Uha mengatakan, isi SKB adalah tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan. SKB ini merupakan pedoman penting yang bertujuan menjaga netralitas ASN dalam proses pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah (pilkada).
"Ada beberapa poin kunci dari dikeluarkannya SKB ini. Tujuan SKB ini dibuat untuk memastikan bahwa ASN bersikap netral dalam setiap tahap penyelenggaraan pemilu dan pilkada. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan dan menjaga profesionalisme ASN dalam melaksanakan tugasnya," papar Uha Juhana, Sabtu 8 Juni 2024.
Menurut Uha, ASN diwajibkan untuk tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis. Termasuk tidak menghadiri kampanye, tidak menjadi anggota tim sukses, dan tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik. SKB ini bisa dikatakan sebagai pedoman netralitas bagi seluruh ASN di Indonesia.
"SKB ini menegaskan peran pengawasan oleh Bawaslu dan Komisi ASN, serta pembinaan oleh instansi terkait untuk memastikan ASN mematuhi prinsip netralitas. Bawaslu dan Komisi ASN memiliki kewenangan untuk melakukan pemantauan dan mengambil tindakan terhadap pelanggaran," jabar Uha.
Sedangkan bagi ASN yang melanggar ketentuan netralitas akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. "Sanksi tersebut bisa berupa teguran lisan, teguran tertulis, penundaan kenaikan gaji, penurunan pangkat, hingga pemberhentian dari jabatan," sebut mantan aktivis mahasiswa Kuningan tersebut.
Uha menegaskan, SKB ini juga mengatur mekanisme pelaporan bagi ASN yang mengetahui adanya pelanggaran netralitas. Laporan dapat disampaikan kepada atasan langsung atau melalui jalur resmi ke Bawaslu atau Komisi ASN. "ASN dilarang menggunakan media sosial untuk menyebarkan konten politik atau menunjukkan dukungan kepada calon tertentu. Hal ini mencakup tidak menyukai, mengomentari, atau membagikan konten politik yang bisa diartikan sebagai dukungan atau penolakan terhadap calon tertentu," katanya.
SKB ini juga menekankan pentingnya koordinasi antara Kementerian PAN-RB, Kementerian Dalam Negeri, BKN, Komisi ASN, dan Bawaslu dalam mengawasi dan membina netralitas ASN. Kerjasama antar lembaga ini diharapkan dapat memperkuat pengawasan dan penegakan aturan netralitas.
"Secara keseluruhan SKB ini merupakan upaya terkoordinasi untuk memastikan bahwa ASN tetap netral dan profesional. Terutama dalam setiap penyelenggaraan pemilu dan pilkada, sehingga proses demokrasi dapat berjalan dengan baik dan adil," tambah Uha.
Berikut adalah langkah-langkah mekanismenya. Yakni pengunduran diri dari jabatan ASN dimana yang bersangkutan harus mengajukan surat pengunduran diri dari jabatan dan status kepegawaiannya. Surat pengunduran diri ini diajukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di instansinya. Kemudian PPK akan memproses pengunduran diri tersebut. Proses ini termasuk verifikasi keabsahan niat pencalonan ASN yang bersangkutan. Surat Keputusan pengunduran diri setelah verifikasi selesai, PPK akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pengunduran diri ASN tersebut. SK ini menjadi bukti sah bahwa yang bersangkutan telah resmi mengundurkan diri dari status ASN. Setelah pengunduran diri diterima, sambung Uha, mantan ASN dapat mendaftarkan diri sebagai calon bupati atau anggota dewan legislatif (DPRD) di daerah. Proses pendaftarannya mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Pemilu dan Peran KPU.
Uha juga memaparkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Gugatan ini diajukan oleh delapan orang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dimana dalam keputusannya ASN tidak perlu mundur pada saat mendaftar tetapi wajib mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai calon Kepala Daerah.
Berikut adalah langkah-langkah mekanismenya. Yakni pengunduran diri dari jabatan ASN dimana yang bersangkutan harus mengajukan surat pengunduran diri dari jabatan dan status kepegawaiannya. Surat pengunduran diri ini diajukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di instansinya. Kemudian PPK akan memproses pengunduran diri tersebut. Proses ini termasuk verifikasi keabsahan niat pencalonan ASN yang bersangkutan. Surat Keputusan pengunduran diri setelah verifikasi selesai, PPK akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pengunduran diri ASN tersebut. SK ini menjadi bukti sah bahwa yang bersangkutan telah resmi mengundurkan diri dari status ASN. Setelah pengunduran diri diterima, sambung Uha, mantan ASN dapat mendaftarkan diri sebagai calon bupati atau anggota dewan legislatif (DPRD) di daerah. Proses pendaftarannya mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Pemilu dan Peran KPU.
Uha juga memaparkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Gugatan ini diajukan oleh delapan orang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dimana dalam keputusannya ASN tidak perlu mundur pada saat mendaftar tetapi wajib mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai calon Kepala Daerah.
Mahkamah Konstitusi menilai demi memenuhi tuntutan kepastian hukum yang adil, maka pengunduran diri dimaksud dilakukan bukan pada saat mendaftar. Melainkan ketika yang bersangkutan telah ditetapkan secara resmi sebagai calon oleh penyelenggara pemilihan. Untuk itu, Uha menyarankan kepada Pimpinan DPRD Kuningan untuk melaporkan ke atasan ASN langsung atau melalui jalur resmi kepada Bawaslu dan Komisi ASN.
Jika memang sudah mengetahui adanya pelanggaran terhadap asas netralitas ASN dan menemukan bukti yang kuat terkait persoalan tersebut. "Tinggal melaporkan saja melalui mekanisme yang dapat disampaikan kepada atasannya langsung atau melalui jalur resmi kepada Bawaslu dan Komisi ASN."
"Bukan malah berpolemik di media massa. Sebab mereka (dewan) mempunyai kepentingan politik dalam Pilkada Kuningan mendatang. Pertanyaan besarnya apakah mereka berani?" pungkas Uha. (*)
Any Saptarini,SH.MSi